Semoga Keberadaan Blog Ini Dapat Memberikan Informasi Yang Bermanfaat Bagi Anda

Mengadopsi Karakter Kepemimpinan Bugis



N a m a lengkap : H. LA KAMA WIYAKA, Tempat/Tanggal Lahir : PINRANG, 31 DESEMBER 1962, Alamat : JL.AP.PETTARANI KOMP. IDI BLOK. GA. 5 NO. 7 MKS, Agama : I s l a m, Istri : Hj.NY. ANDI NOER WHANA A. PAWELLOI, Anak: MUHAMMAD FAUZULMUBHIN WIYAKA, MUHAMMAD FAQALADS WIYAKA, MUHAMMAD FAANZALNA WIYAKA, Pekerjaan : Anggota DPRD Sulsel/Komisi IV Kesra


N a m a lengkap : H. LA KAMA WIYAKA, Tempat/Tanggal Lahir : PINRANG, 31 DESEMBER 1962, Alamat : JL.AP.PETTARANI KOMP. IDI BLOK. GA. 5 NO. 7 MKS, Agama : I s l a m, Istri : Hj.NY. ANDI NOER WHANA A. PAWELLOI, Anak: MUHAMMAD FAUZULMUBHIN WIYAKA, MUHAMMAD FAQALADS WIYAKA, MUHAMMAD FAANZALNA WIYAKA, Pekerjaan : Anggota DPRD Sulsel/Komisi IV Kesra
Kepemimpinan yang tersimpul pada kerakyatan bukan pada raja dan aparatur merupakan kepemimpinan yang berkarakter Bugis. Karakter inilah yang coba diadopsi La Kama Wiyaka

H. La Kama Wiyaka, lahir di Pinrang 31 Desember 1962. Ia anak kedua dari 7(tujuh) bersaudara. Ayahnya H. Abd Kadir Kandatjong Daeng merupakan cucu dari Khali Toa Suppa Gurutta H.Nawawi Daeng Pabeta (iabersama seorang Arab menyebarkan Islam di Kerajaan Suppa tahun 1920- 1940-an). Ibunya, Ny.Hj. Marawiyah Puang Beda, anak kedua dari 3 (tiga) bersaudara.


Ibunya merupakan tetesan darah dari pasangan Paung Nyuma keluargaArung Talabangi dengan Muhammad Said (La Massauda Daeng Siwajang) dari keluarga Arung Paleteang. Sosok H La Kama Wiyaka yang lahir dari tetesan keluarga religius, kemudian membentuk prilaku yang utuh sebagai seorang politikus yang ramah namun tetap memiliki konsistensi dalam tugas.


Melihat penampilannya, ia sederhana sehingga punya banyak sahabat dari level elit sampai masyarakat paling bawah. Gaya bicaranya datar, tapi tegas menyuarakan hak orang banyak. Ketika masa kecil, seperti anak kebanyakan dari keluarga sederhana. Kesehariannya, sekolah, mengaji, bermain dengan sebayanya namun cukup membantu orang tua. Semasih di sekolah dasar, ia punya ternak sapi yang berkeliaran di kota Pinrang akhir tahun 1960- awal 1970-an. Saat di sekolah menengah pertama, ia mulai bergaul dengan masyarakat seperti menjadi anak bioskop (sekarang gedung olahraga Pinrang). Dalam kepribadiannya, sangat berpengaruh dengan cerita menjelang tidur dari nenek Ayahnya Puang Toling. Salah satu yang tak terlupakan hingga dewasa adalah cerita tentang seorang pemuda yang memasang jaring(bubu) di sungai, seperti biasanya, pagi itu ia sangat girang karena mendapatkan ikan yang cukup besar, namun alangkah terkejutnya ketika ia sentuh lalu berubah menjadi seorang putri yang cantik jelita.


Kemudian menjadi isterinya dengan syarat tidak mengungkap asal usulnya. Dalam satu dasa warsa, lahirlah seorang putra, tapi karena nakalnya hingga bapaknya menyumpahi dan tidak sadar menyebut asal usul ibunya. Saat itu, guntur datang disertai kilat kemudian isterinya berubah wujud menjadi ikan dan hanyut bersama air hujan hingga membentuk rawa di sekitar Takkalalla Timur (dioang). Baginya, sangat jelas bahwa dongeng menjelang tidur dari sang nenek bukanlah geologi melainkan sebuah pesan inti membentuk perilaku.Seandainya bisa menahan emosi, menjaga janji dan mengendalikan diri takkan datang petaka itu. Ia tentu akan hidup rukun dalam keluarga selamanya. Kata kunci, suatu amanah senantiasa melahirkan tanggungjawab dan pengingkaran terhadap amanah merambah jalan menuju petaka.


Ketika H. La Kama Wiyaka pintar membaca ia rajin membaca komik dan seringkali ia bercerita kepada neneknya menjelang tidur dari hasil bacaannya. Komik yang jadi langganannya adalah Asmaraman Ko Ping Ho, salah satu yang paling favorit adalah pedang kayu harum. Seorang bocah gembala sebatangkara yang dipungut jadi pesuruh dari ketua persilatan Kunlun Pai, Karena ia tabah, tidak angkuh, sombong dan tidak kenal lelah dalam melaksanakan tugas, maka ia lebih menonjol dalam menguasai materi latihan. Akhir kisah ia kawin dengan putri tunggal sang guru dan menjadi pewaris tunggal perguruan. Komik ini ada 12 jilid, setiap jilid 36 buku dan setiap buku selesai dibaca paling cepat 4 (empat) hari maka buku ini dibaca sekitar 5 (lima) tahun antara tahun 1974-1979 sampai akhir masuk perguruan tinggi.


Hasil membaca komik kemudian melahirkan ajaran baru bahwa seorang gembala sekalipun akan sukses jika ia telaten berguru dan belajar. Kata kunci, keberhasilan tidak datang sendiri tetapi dituntut kerja keras tanpa pamrih.Ketika diperguruan tinggi, H. La Kama Wiyaka gemar membaca otobiografi tokoh sukses, baik negarawan, sastrawan, budayawan dan bahkan agamawan. Banyak waskita yang dipetiknya dari figur akbar seperti Iskandar Agung, Imam Al Gazali, Ibnu Kaldum, Julius Caesar, Plato, Eistein, Abraham Lincoln, Thomas Alpha Edison, Mahatma Gandhi mereka bukan hanya sukses melainkan juga menjadi legendaris, terakhir yang terkesan saya baca buku Mahatir Muhammad dengan judul Malaysia Bisa 2020.


Alkisah, Ibunda La Kama Wiyaka, Ny.Hj.Marawiyah P.Beda, pernah bercerita tentang masa kecil anak laki-laki pertamanya. Waktu masih duduk di sekolah dasar di Sawitto, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, setiap pulang sekolah La Kama Wiyaka pergi ke bioskop (sekarang Gedung Olahraga Pinrang) membantu anak-anak bioskop menyelesaikan persiapan memasuki perputaran film hari itu, demi untuk mendapatkan fasilitas membuka kios berjualan rokok di dalam bioskop. Prilaku seperti ini rupanya melekat dalam dirinya sejak ia kecil. Kegiatan itu dijalaninya setiap hari secara rutin.


Namun, ia juga tetap menyempatkan diri, sejam atau dua jam perhari sebelum ke bioskop, mampir di kolom rumah Unztadz Muhammad Said Mantaka (sekarang Anggota DPRD Pinrang Priode 2004-2009) untuk melaksanakan kewajiban sebagai anak mengaji. Bersama anak lainnya, di atas balaibalai ia melantunkan ayat-ayat Al Quran yang dipandu langsung sang Uztadz. Biasanya, di selah-sela lantunan ayat tersebut, seringkali ia diberi wejangan tentang makna yang terkandung dari bacaan itu. Karena ayat itu juga dipelajari terjemahannya dalam bahasa Bugis, maka rasanya tidaklah sulit memahami dan menangkap maknanya. Sekolah, mencari duit dan mengaji adalah ketiganya melekat dalam dirinya sejak kecil.


Memang sekolah yang merupakan wadah pembentukan IQ (Intelektual Quation), bekerja mencari duit untuk dunia merupakan wadah pembentukan psikomorik dalam diri manusia sekaligus penciptaan kinerja yang bertumpuh pada emosional quation (EQ), sedangkan mengaji adalah sebuah upaya pembentukan afektif (sikap prilaku) yang mengarah pada spritual quation (SQ). Perpaduan ketiga domain (kompetensi),IQ (ilmu pengetahuan, berfikir logis sesuai tatacara akademik), EQ (motorik,kemampuan fisik melahirkan produkdutifitas dan daya saing) serta SQ (moralitas, yang melekat dalam prilaku yang menghargai orang dan dorongan melaksanakan kewajiban sebagai manusia ciptakan Allah SWT) membentuknya menjadi dewasa seperti saat ini.


Dalam biografi kemahasiswaan dan kepemudaanya, anak rakyat ini memiliki prestasi yang cukup panjang sampai akhirnya ia terpilih menjadi Anggota DPRD Kota Makassar priode 1977-1999 dari unsur mahasiswa. Kemudian priode berikutnya, duduk di DPRD Propinsi Sulawesi Selatan priode 1999-2004 dari unsur KNPI Sulsel. Sampai hari ini, ia kembali dipercaya duduk di DPRD Sulsel priode 2004-2009, mewakili Kabupaten Pinrang. Dalam mencapai posisi itu, ia dikenal memiliki kegigihan dan keuletan. Ibarat pelaut Bugis, ia memegang prinsip sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai (kualleangngi tallangnga natowaliya).


Lebih baik mati berkalang tanah dari hidup bercermin bangkai (lebih baik bercucuran keringat dan membelanjakan sedikit tabungan saat dipercaya mengerjakan suatu tugas, daripada melaporkan kegagalan). Memang ia dikenal punya kemampuan dan kecermatan mengolah tantangan menjadi peluang. Sosok pribadinya di pentas politik Sulawesi Selatan, La Kama memancarkan kegigihan, kecermatan dan keuletan orang Bugis.


Sifat sifat seperti ini dalam Surat (naskah kuno orang Bugis),jika seseorang memiliki kegigihan, kecermatan dan keuletan dalam sebuah tugas, maka itu merupakan semangat Bugis untuk mengejar empat kesempurnaan dunia yang dicita-citakan,yaitu kekayaan (warangparang), kepandaian (acca), keberanian ( warani) dan kekuasaan ( apparentang). Namun, empat kesempurnaan itu bersifat sekunder. Karena itu, harus didukung lima prinsip dasar Bugis yang primer, yaitu ada tongeng (kata-kata yang benar), lempuk (kejujuran dan tidak mengambil hak orang lain ), getting (konsistensi dan ketegasan dalam pendirian atas dasar keyakinan yang hakiki), selanjutnya sipakatau (saling harga menghargai dan menempatkan sesuatu pada posisinya) dan terakhir adalah mappesona ripawinruk seuwae (berserah diri pada pencipta yang tunggal, Allah SWT).


Lima prinsip dasar primer Bugis ini, tiga diantaranya berdimensi individual (ada tongeng, lempuk dan getting). Prinsip keempat, yaitu sipakatau dimensi horizontal. Sedangkan prinsip kelima, yaitu mappesona ripawinruk seuwae berdimensi vertical. Kelima prinsip primer itu harus dikawal nilai-nilai sekunder, yaitu kejujuran misalnya harus didukung kekayaan dan kekuasaan. Dalam lontarak suraq Lagaligo, bagaimanapun kejujuran seseorang jika tidak pintar, dia akan diperbodoh orang lain. Karena itu, harus ada kepintaran. Namun, kalau pintar tetapi tidak jujur juga tidak ada artinya.Dalam menjalankan kekuasaan, orang Bugis menganut prinsip tiga ujung, yaitu ujung lidah, ujung kemaluan dan ujung Badik. Implementasi ketiga pendekatan ini diwujudkan secara bertahap dan langkah-langkah kongkrit. Langkah pertama melalui pendekatan ujung lidah dengan tehnik diplomasi perundingan, lobby dan negosiasi dengan wing-wing solution.


Berikutnya,-jika pendekatan ujung lidah gagal,- maka pendekatan ditingkatkan dengan ujung kemaluan (perkawinan) dengan mempersunting keluarga lawan sehingga menjadi satu rumpun keluarga. Namun, apabila tetap gagal, maka ujung Badik (keris) berbicara di medan perang. Dalam kerajaan Bugis masa lalu, yang banyak digunakan adalah strategi ujung kemaluan, yaitu perkawinan sehingga terbentuk kekerabatan sosio-politik dan sosio-cultural, jarang sekali digunakan strategi ujung Badik (keris). Dalam memaknai zaman ini, ujung Badik tentunya tak dipakai lagi, namun dua ujung lainnya masih diterapkan akan tetapi lebih banyak melalui ujung lidah (diplomasi dst). Inti ketiga pendekatan ini sebenarnya melekat pada kecepatan dan kecakapan mengambil tindakan, dan tidak membiarkan masalah terpendam,berlarut-larut dan ibarat sekam dalam api, suatu saat akan meledak dan ledakannya bisa tidak terkendali. Sikap prilku Bugis, jika ada tugas, masalah dan persoalan tidak boleh ditunda karena akan menumpuk.


Menyimpan, ibarat beternak, akan beranak dan berkembang biak dan semakin rumit, beragam dan sulit penyelesaiannya. Pemimpin, adalah pemegang amanah, berarti pelayan atau abdi. Kepada siapa ia mengabdi, kepada rakyat. Dalam dunia modern dikenal management by obyektif, karena itu harus menjadi regulator dan fasilitator.


Dalam melaksanakan fungsi regulator, maka setiap yang mengalir masuk dalam kekuasaannya ia harus segera salurkan ke sumber pemasok agar mesin tidak mandek. Sebagai fasilitator, maka ia harus mencari dan menemukan sendiri kesulitan seluruh fungsi sistem untuk segera diatasi dan difasilitasi sehingga fungsi-fungsi itu bergerak simultan melahirkan sinergitas dalam satu sistem kerja. Artinya regulator dan fasilitator keduanya menjadi satu kesatuan dalam memayungi sistem sampai kepemasok-rakyat.


Jadi inti kepemimpinan yang berkarakter Bugis, tersimpul pada kerakyatan bukan pada raja dan aparatur. Konsep ini memang terlihat melekat pada diri La KamaWiyaka sebagai anak rakyat yang sederhana karena memang hari-hari bersama rakyat dan bertindak cepat bersama rakyat.


Sumber : Majalah Sulewatang

Share :

Facebook Twitter Google+
1 Komentar untuk "Mengadopsi Karakter Kepemimpinan Bugis"

Berikan Komentar Anda

Back To Top